Rabu, 22 Desember 2010

Habis Hujan Pada Hari Ibu



Aku mempunyai gerimis bening yang tak terlihat, berkilau indah tapi dingin. Sesekali ia tampak, sesekali ia lenyap. Ada sekat di antara kita, ada pembatas yang tak memperbolehkanmu keluar.

Tapi hari ini ia menemuiku, di hari ibu.

Entah kenapa aku merasakan istimewa pada hari ini. Pada hari yang dipenuhi beragam orang, tiba-tiba ia keluar, ia menyergapku, ia menyeretku, ia membawaku ke suatu ruangan di mana aku bisa melihat dengan jelas gerimis itu. Perlahan-lahan ia memutar kilas balik. Pekat. Dingin.

Ibuku adalah ibu nomor satu di dunia! Kau boleh mengklaim ibumu sebagai juara, tapi ibuku tetap nomor satu! Aku sungguh-sungguh mengatakan ini, gerimis itu telah menamparku, sepertinya tiga kali. Ia mengajariku dengan cara kasar, tapi ada sisi lain darinya. Sebuah penghabisan yang tak banyak pikiran manusia sampai padanya.

Aku dekat dengan ibu, dan aku tahu orang-orang yang beragam itu, yang biasanya merasa paling benar itu, yang biasanya mengolok-olok orang lain karena ia merasa lebih dari orang yang diejeknya itu, yang menyalahkan orang lain seenaknya itu, yang kuingin menjadi ahli jahanam itu. Yah, orang-orang seperti kau itu.

Kau mengejek ibuku hari ini.

Aku hafal bagaimana sikapmu memarahi dengan balutan ejekan, atau lewat matamu. Ya, aku tahu benar ketika matamu merendahkan orang lain, yang saat itu ibuku. Mungkin ketika aku di sana juga, kau hanya melihatku aku melihatmu biasa. Aku diam saja tapi aku dapat membaca matamu.

Beberapa potongan adegan muncul berurutan, ada di antara mereka yang kukenal--baik kukenal sebagai orang baik atau orang nakal, dan ada lainnya yang tak kukenal. Kalian semua sama saja.

Ibuku orang yang baik, ibuku perempuan yang istimewa. Aku memahaminya. Bisa saja kau paham juga. Kau hanya perlu bertemu gerimis itu, gerimis yang tidak semua bisa melihatnya....

Ketika orang lain marah, ibuku malah membalas ramah. Ibuku seperti bicara pada orang yang ramah pula. Bukan sekali, bukan sesekalii, dan bukan imajinasi. Aku sering ikut serta dalam kenyataan ini, aku melihat sendiri, mendengar sendiri. Karena gerimis itulah aku semakin memahaminya.

Tapi, pernahkah kau melihatnya?

Gerimis itu bukan mitos, bukan legenda, atau fiksi ilmiah. Kau bisa saja menganggapnya sebagai dongeng. Tapi itu anggapan orang yang belum bertemu gerimis itu. Aku pernah bertemu dengannya, bahkan aku memilikinya. Kau pun juga bisa melihatnya, yang perlu kau lakukan adalah mencoba pejamkan matamu, lalu lihat dari sudut pandang lain, kau bisa mulai melihatnya dari hatimu, dan saat itu, kau akan mengerti alasanku kenapa ibuku nomor satu.


Artikel Terkait:

1 komentar: