Minggu, 26 Desember 2010

Iri yang Positif, Bolehkah?



Banyak yang menganggap iri boleh saja dilakukan, iri kepada orang yang lebih pintar misalnya, agar kita nantinya bisa meniru dia, syukur-syukur melebihinya. Mungkin kau juga mengamininya, boleh saja iri semacam itu, untuk introspeksi pada diri sendiri, agar kita dapat membandingkan kekurangan kita dengan kelebihan orang lain. Begitu kan?

Filosofi semacam itu aku temukan saat kelas 4 SD, dan kubuang saat aku sudah SMP.

Mengapa? karena sejujurnya aku pernah mempraktekkan teori itu saat masih SD. Aku coba iri kepada orang lain, dan berusaha menyamainya. Yang terjadi kemudian, aku gagal.

Bakat tiap orang tidak sama, kawan.

Tapi bukan itu yang mendasariku membuang teori itu, melainkan karena satu jawaban sederhana atas pertanyaan ini: kenapa sikap iri digolongkan sebagai perbuatan yang tidak baik?

Jawabannya sangat sederhana, karena iri memang perbuatan yang tidak baik. Kalau tak percaya, tanya ibumu, bapakmu, gurumu, atau presiden sekalian. Adakah yang menjawab kalau sikap iri digolongkan sebagai perbuatan baik? Adakah?

Kau pasti juga tahu itu.

Dan apabila kau menemukan orang yang berhasil, taruhlah berhasil menjadi gubernur karena iri pada gubernur, dia berhasil bukan karena sifat irinya. Melainkan karena dia berusaha, dia berdo'a, dia punya tekad untuk mewujudkan keinginannya menjadi gubernur, dan dia mempunyai faktor X--untuk faktor X ini akan aku bahas di posting lain. Kalau modalnya cuma iri, mana bisa?

Aku ulangi, iri bukanlah perbuatan yang baik. Karena iri membuat sifat dasar manusia semakin terlihat jelas, sifat itu adalah rakus.

Jikalau anak adam diberikan kekayaan berupa emas seluas satu gunung maka dia akan meminta gunung emas yang kedua, dan begitu seterusnya jika diberikan dua gunung emas, maka dia akan meminta gunung emas yang ketiga dan seterusnya, dan baru berakhir apabila tanah telah menyumpal mulutnya (mati)

Iri membuat kita menginginkan lebih dan lebih. Misal apabila kita mempunyai motor, lalu tetangga kita mempunyai motor baru yang lebih bagus. Kita iri pada tetangga itu, lalu kita berusaha dan akhirnya mempunyai motor yang lebih bagus dari milik tetangga. Ternyata ada tetangga lain yang beli motor lebih bagus dari milik kita, kita iri padanya dan berusaha memiliki motor yang lebih bagus lagi. Tak berhenti.

Karena itu di facebook, aku menulis seperti ini: sifat iri tak pernah ada kalau kita sudah bersyukur. Jika kamu masih menganggap sifat iri sebagai sifat buruk yang ada baiknya juga. Berjanjilah, kau tak akan iri lagi dan bersyukurlah, karena kita mempunyai kelebihan yang tidak dimiliki orang lain, orang lain juga memiliki kelebihan yang tidak kita miliki. Lalu kenapa kita masih harus iri pada kelebihan orang lain? Bukankah ini semua sudah adil, sudah tertata sebagaimana mestinya?

Maka aku tanya sekali lagi, iri yang positif, bolehkah?


Artikel Terkait:


Berikan Tanggapan:

mohon tuliskan tanggapan kamu, aku akan sangat senang apabila kamu melakukannya, oh iya, blog ini udah DO FOLLOW loh, bagikan juga ke teman-temanmu ya, terima kasih :D